18 June 2007

Berharap pada Rektor Baru

Artikel ini dimuat di SKH Radar Lampung, Sabtu 09 June 2007


PROSES pemilihan rektor (pilrek) Unila pada 6 Juni 2007 telah menghasilkan Prof. Dr. Sugeng P. Harianto, M.S. sebagai rektor terpilih Unila periode 2007-2011. Proses ini diwarnai kondisi latar seperti beberapa universitas yang juga melaksanakan pilrek beberapa waktu lalu. Yaitu mengemukanya tuntutan mahasiswa yang ingin diakui sebagai warga kampus dengan ikut serta di dalam proses demokrasi tersebut.

Kendati begitu, proses pemilihan tersebut paling tidak sudah menghasilkan pemimpin yang baru yang memunculkan harapan baru. Kondisi latar tersebut, menggelitik saya sebagai bagian dari Unila. Adagium lama yang mengatakan mahasiswa takut pada dosen, dosen takut pada dekan, dekan takut pada rektor, rektor takut pada menteri, dan menteri takut pada presiden, sepertinya harus diralat dengan menghapuskan kata takut di dalamnya. Atau diganti kata lain yang lebih menunjukkan nuansa baik pada interaksi unsur pembentuk kampus tersebut. Tidak perlu ada kata negatif yang menjembatani interaksi sesama unsur meski juga bukan berarti bisa bersikap seenaknya. Jika memang selama ini interaksi riil sesama unsur kampus diwarnai hal tersebut, maka yang harus ditata secara lebih adalah hal-hal yang menjadi faktor pembentuk terjadinya kondisi itu.

Saya hanya ingin mengatakan infrastruktur yang paling berharga bagi sebuah universitas adalah sumber daya manusia (SDM)-nya, bukan yang lain. Namun, universitas dihargai oleh lingkungan organisasinya bukan juga karena individu-individu SDM tersebut. Sebuah universitas dikenal dan dihargai karena kesatuan SDM sebagai sumber daya yang melakukan proses peningkatan kapasitas intelektual manusia secara bersamaan. Lulusan universitas ’’X’’ diprioritaskan instansi pencari kerja, bukan karena dosen terbaiknya si A atau si B. Namun, karena diketahui seluruh jurusannya telah memiliki akreditasi yang sangat baik. Hampir seluruh dosennya sudah S-3 dan lulusan luar negeri, serta memiliki iklim pendidikan yang ramah dan profesional.

Sebagai sebuah kesatuan SDM, hal-hal tersebut terwujud karena adanya sistem kerja yang dimotivasi adanya modal sosial yang baik di dalamnya. Karenanya, rektor baru yang terpilih juga mesti memperbaiki dan meningkatkan modal sosial yang merupakan potensi bagi civitas akademika untuk memberi kontribusi secara optimal kepada tiap elemen internal sebagai unsur pembentuk kinerja, sekaligus masyarakat sebagai unsur penerima manfaat dari eksistensi kampus.

Modal sosial yang dimaksud dalam hal ini adalah tumbuhnya rasa (sense) yang berkembang secara alamiah dari masing-masing individu di dalam kampus. Rasa kepemilikan, saling percaya, dan perilaku kerja sama yang setara merupakan hal-hal yang semestinya dikembangkan di dalam kampus. Karena, keunggulan yang dimiliki masing-masing individu tidak akan berarti tanpa integrasi yang adil oleh komponen kampus sebagai sebuah kesatuan gerak.

Bisa dibayangkan jika mahasiswa sangat percaya kepada dosen karena memang sang dosen memiliki sikap yang bisa dipercaya. Begitu juga bisa dibayangkan jika para staf (dosen dan pegawai) sangat percaya kepada pejabat kampus karena mampu bersikap bijak dan adil kepada seluruh staf tanpa diskriminasi.

Dengan demikian, komponen internal Unila tidak perlu lagi berkompetisi pada hal-hal yang sifatnya nonakademik dan lebih berkonsentrasi bersama-sama pada pengembangan keunggulan yang dimiliki secara terdistribusi oleh seluruh unit-unit di dalam Unila.

Individu di dalam Unila tidak perlu berkompetisi teramat sangat dengan individu lain dari internal kampus hanya untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu yang tidak relevan dengan pengembangan akademik. Singkatnya, dengan menumbuhkan rasa tersebut, ide pokok eksistensi Unila sebagai implementor Tri Dharma Perguruan Tinggi bisa lebih terasa.

Unila bisa unggul dalam pengajaran karena sistem pengajarannya memiliki rasa kepemilikan (sense of belonging) yang kuat, memiliki hasil penelitian yang berkontribusi secara riil karena kesatuan unsur penunjangnya dikelola secara kooperatif yang produktif, serta mampu diakui sebagai bagian dari masyarakat dan memiliki kepercayaan (trust) yang kuat karena mau melaksanakan pengabdian pada masyarakat dan berkontribusi secara berkelanjutan karena didukung sistem yang prospektif.

Bisa dipastikan jika rasa seperti ini yang tumbuh di dalam kampus, Unila tinggal menunggu waktu untuk bersama-sama menjadi sebuah institusi pendidikan yang dikenal secara baik pada tingkat nasional maupun internasional.

Ide ini memang besar, namun implementasinya dapat dilakukan melalui hal-hal yang bersifat implikatif. Penataan dalam hal sederhana terkadang bisa menghasilkan sesuatu yang besar bagi hubungan antara elemen di dalam kampus. Toh, sesuatu yang dianggap besar belum tentu dianggap besar oleh elemen-elemen yang ada, namun yang bisa terjadi justru sebaliknya.

Yang perlu dilakukan adalah menempatkan yang seharusnya pada keseharusan tersebut dan memelihara pandangan, sikap, dan perilaku akademik yang seharusnya. Atau, dalam kata lain adalah mampu memelihara dan membangun kapasitas interaksi yang sesuai sifat inti ilmu yang menjadi ciri khas kampus, yaitu konsisten, objektif, dan motivatif.

Akhirnya, opini ini dapat dikatakan sebagai sumbang saran terhadap kemajuan kampus yang sedang dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang baru. Sangatlah bijak apabila untuk mencapai pilihan tersebut tidak banyak mengorbankan apa pun dan siapa pun.

Tantangan dari pilihan tersebut harus dilihat dalam dua sisi yang masing-masing harus diantisipasi, karena semestinya implikasi dari pilihan itu bukan justru menghasilkan masalah baru yang dihiraukan sebelumnya. Pelaksanaan pilihan juga bukan hanya persoalan kesiapan sistem dan struktur, namun juga sikap dan spirit yang diharapkan dapat menjadi lebih bijak.

Seorang pendidik sejati akan memandang perbaikan sikap dalam interaksi pendidikan tersebut sesungguhnya menunjang kualitas spirit penyelenggaraan pendidikan.

Saya hanya ingin menggariskan mengubah bangunan, tapi mengabaikan ruhnya, sama saja menciptakan menara gading yang semakin menjulang hingga tak lagi ada yang mampu menatapnya. Sehingga, akhirnya retak karena bebannya sendiri. Hidup Unila!

No comments: