19 August 2010

Jika Kota Ini Jadi Ibu Kota

Pagi-pagi sekitar pukul 06.00 saya terkejut oleh suara klakson yg bersahutan, terbangunlah diri ini dari tidur yang baru sebentar. Saya lihat cahaya matahari menyusup dari jendela kamarku. Dengan langkah gontai, saya bangun dari peraduan, lalu membuka jendela, mencoba melihat suasana sekitar. Pantas saja sepagi ini sudah ramai klakson kendaraan. AKu melihat dibawah sana, sekitar 7 lantai di bawah apartemen ini kendaraan sudah menyemut, berlomba menuju tempat kerja orang-orang yang ada di dalamnya. Banyak kendaraan yang menyemut di depan jalan Z.A. Pagar ALam sana, sepertinya para pekerja kampus dan mahasiswa yang sedang mengejar jadwal kuliah mereka. Entahlah, kenapa masih saja kemacetan, padahal sudah dua tahun yang lalu dibuat jalur khusus Trans Saburai yang membentang hingga Tegineneng, Tanjung Bintang, Panjang dan Jati Agung.

Dengan bergegas saya pun membersihkan diri dan mengisi perut seadanya, lalu berangkat menuju tempat kerja. Tercatat di agenda kerja saya jika hari ini ada pertemuan dengan Komisi I DPR RI. Menyadari jalan raya yang sangat padat, saya coba mengambil jalan yang memutar. Dari apartemen di JL. ZA Pagar Alam saya melewati jalur dua Way Halim yang penuh dengan Mall dan Gedung bertingkat. Setelah lewat dari jalur dua, kendaraan saya pun masuk ke Pintu Tol Sukarno Hatta. Lewat tol ini rasanya akan lebih menghemat waktu hingga satu jam. Masuk ke jalan tol, saya bisa melihat rumah sakit Imannuel yang megah berdiri di samping beberapa gedung menara. Diantaranya adalah gedung Departemen Pertanian yang bertingkat 10 dan Departemen Transportasi yang bertingkat 12.

Melintasi jalan tol itu membuat saya sedikit teringat jika sepuluh tahun yang lalu kendaraan saya yang sedan sudah pasti menderita kalau lewat jalan ini. Setelah melewati jalan tol yang lebar dan halus, saya keluar tol di simpang panjang. Kendaraan pun melintasi jalan yang lebar, setelahnya masuk ke wilayah Kantor Pemerintahan. Sempat melewati Istana Presiden yang bergaya modern di daerah Pengajaran, saya hanya melihat pengamanan yang cukup ketat. Paspampres berjaga di pintu dan terdapat anggota kepolisian di luar Istana. Setelah melewati Istana, kendaraan pun melewati Gedung Kementrian Keuangan dan Gedung Bappenas yang megah. Sementara di sebelah kiri saya terlintasi juga Gedung Mahkamah Konstitusi dan Gedung KPK yang nampak tegar. Padahal dahulu sempat terbersit, kalau lembaga hukum ini tidak bertahan lama, akibat senantiasa di ganggu oleh mereka yang terganggu dengan kinerjanya.

Akhirnya, sampai juga saya di Gedung Dewan yang terhormat. Dahulu gedung ini milik anggota dewan Se-Provinsi Lampung, tapi sekarang menjadi gedung anggota dewa Se- Indonesia. Kagum juga saya. Sesampai di tempat ternyata ruang pertemua masih kosong. Wah, ternyata untuk urusan satu ini masih sama saja. Saya pun menunggu sembari menghubungi salah satu anggota dewan lewat telefon. Tenyata beliau masih terjebak macet di daerah bunderan rajabasa. Padahal sudah ada jalan layang yang melingkar seperti di Semanggi. Kendaraan yang menumpuk pada jam sibuk seperti ini yang mestinya harus diantisipasi dengan bangun lebih pagi misalnya. Saya coba hubungi anggota dewan yang lainnya, ternyata beliau juga masih merayap di pintu tol Tanjung Bintang. Saya paham bahwa daerah itu sekarang semakin ramai dengan pembangunan gedung Kantor Pusat Perusahaan-Perusahaan besar nasional ataupun asing.

Setelah menunggu satu jam dan diselingi dengan melihat tiga kali demonstran di depan pintu gerbang, akhirnya mereka datang juga. Maka naiklah kami ke tingkat 4 dengan lift dan masuk ke ruang rapat yang nyaman. Baiklah, kami rapat dulu ya teman-teman. Semoga mereka tidak tidur.



nb: kisah ini hanya fiktif dan rekaya belaka. Terinsiprasi dari wacana pemindahan ibu kota, pendapat para pengamat dan diskusi-diskusi "nyeleneh".
gambar diambil dari: sini

No comments: