Dari tanggal 11- 15 Mei yang lalu, saya berkesempatan mengunjungi Yogyakarta dan Kabupaten Sragen. Ke Jogja untuk mengunjungi rekan-rekan pengajar (dosen) pada bidang yang sama dengan saya. Alhamdullilah sambutan rekan di sana sangat baik, sempat berbincang panjang lebar, bercanda gurau kemudian bertukar nomor kontak agar dapat tetap terjalin hubungan yang berlanjut. Awalnya kami di sambut oleh pak Made Krisna, seorang dosen yang lulusan Master dari australia, saya sedikit kaget sewaktu melihat atmosfer di sana, ternyata jauh dari perkiraan sebelumnya yang menduga mereka orang yang kaku dan kuno. Ada banyak kesamaan niat dan langkah dalam mengelola dunia pendidikan antara kami dan mereka, juga ada beberapa pelajaran tentang hal yang sama dari mereka. Sementara itu, pengamatan sekilas yang saya lakukan kepada mahasiswa di sana memunculkan sebuah gambaran yang pasti berbeda dengan di sini (Lampung). Foto ini misalnya, menunjukkan bagaimana keseriusan mereka dalam menimba ilmu, diskusi bisa dilakukan di taman, bahkan halaman parkir kampus.
Memang benar jika mereka juga cukup difasilitasi oleh berbagai infrastruktur yang baik, kalau berbicara tentang geduang nampaknya tidak ada yang spesial, namun adanya fasilitas seperti akses internet melalui WIFI yang terbuka dan dengan signal yang kuat misalnya mempermudah mereka dalam mencari bahan kuliah. Bahkan, yang menarik bagi saya adalah berfungsinya peran mahasiswa itu sendiri dalam pengelolaan perkuliahan. Saya kagum waktu melihat mahasiswa sudah ada di kelas sepuluh menit sebelum dosennya masuk kelas, mungkin tidak pernah ada dosen yang sibuk mencari-cari mahasiswa yang terlambat masuk. Saya tertawa kecil waktu pikiranku sekilas mengingat kebiasaan di kampusku, hehe.. Selain itu berfungsinya juga peran asisten dosen dan asisten riset yang direkrut dari mahasiswa semester akhir dan alumni dalam pembimbingan perkuliahan. Mereka nampak bersemangat sekali. Satu hal yang selama ini ambigu di kampusku, apalagi jika melihat proses anggaran pembiayaan mereka.
Tapi satu hal yang membuat saya bangga adalah sikap mahasiswa yang saya bawa, mereka tidak minder, bahkan sangat percaya diri dalam agenda-agenda yang dilaksanakan. Mereka aktif bertanya dan berdiskusi dengan mahasiswa UGM. Semoga dengan aktivitas itu mereka punya pembanding yang bisa membuat mereka jadi lebih percaya diri dalam kuliah dan melihat kapasitas dirinya di antara lulusan-lulusan universitas lainnya di Indonesia. Toh, dimana pun karakter pendidikan Indonesia adalah sama, yang membedakannya hanya kualitas input dan manajemen pendidikan pada masing-masing Universitas.
Terima kasih pak Samudera (Kajur) dan pak Made (Sekjur) atas sambutannya, kunjungan kemarin membawa banyak masukan buat kami. Semoga hubungan ini masih bisa berlanjut dengan baik di masa datang, demikian kurang lebih isi SMS yang saya kirim kepada pak made, sewaktu mohon pamit dari UGM.
BDL, 17/05/2008
Memang benar jika mereka juga cukup difasilitasi oleh berbagai infrastruktur yang baik, kalau berbicara tentang geduang nampaknya tidak ada yang spesial, namun adanya fasilitas seperti akses internet melalui WIFI yang terbuka dan dengan signal yang kuat misalnya mempermudah mereka dalam mencari bahan kuliah. Bahkan, yang menarik bagi saya adalah berfungsinya peran mahasiswa itu sendiri dalam pengelolaan perkuliahan. Saya kagum waktu melihat mahasiswa sudah ada di kelas sepuluh menit sebelum dosennya masuk kelas, mungkin tidak pernah ada dosen yang sibuk mencari-cari mahasiswa yang terlambat masuk. Saya tertawa kecil waktu pikiranku sekilas mengingat kebiasaan di kampusku, hehe.. Selain itu berfungsinya juga peran asisten dosen dan asisten riset yang direkrut dari mahasiswa semester akhir dan alumni dalam pembimbingan perkuliahan. Mereka nampak bersemangat sekali. Satu hal yang selama ini ambigu di kampusku, apalagi jika melihat proses anggaran pembiayaan mereka.
Tapi satu hal yang membuat saya bangga adalah sikap mahasiswa yang saya bawa, mereka tidak minder, bahkan sangat percaya diri dalam agenda-agenda yang dilaksanakan. Mereka aktif bertanya dan berdiskusi dengan mahasiswa UGM. Semoga dengan aktivitas itu mereka punya pembanding yang bisa membuat mereka jadi lebih percaya diri dalam kuliah dan melihat kapasitas dirinya di antara lulusan-lulusan universitas lainnya di Indonesia. Toh, dimana pun karakter pendidikan Indonesia adalah sama, yang membedakannya hanya kualitas input dan manajemen pendidikan pada masing-masing Universitas.
Terima kasih pak Samudera (Kajur) dan pak Made (Sekjur) atas sambutannya, kunjungan kemarin membawa banyak masukan buat kami. Semoga hubungan ini masih bisa berlanjut dengan baik di masa datang, demikian kurang lebih isi SMS yang saya kirim kepada pak made, sewaktu mohon pamit dari UGM.
BDL, 17/05/2008
4 comments:
yah tungg aja....sekitar 10-20 tahun mungkin lampoeng bisa kyk yg dijawa.....
lama bangeut.. kata pak ustad gak baek menunda kebaikan.. hehe..
panas-panas goreng pisang, kopi agak manis di gelas kaca...bla bla bla. (by Doel Soembang)
nanti kalau ada yang menyanyikan tentang lampung dan menjadi lagu hit di nasional, baru bisa kali yak?
ada tuh, andy ahmad yg bupati lamteng yang duet sama tri utami.. kan udah banyak albumnya di nasional.. tp kok belum ada akibatnya ke lampung yah... hehe..
Post a Comment