Angka kemiskinan di Indonesia belum jua menunjukkan penurunan yang berarti. Kalau kita tinjau data BPS dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional pada Maret 2006 jumlah penduduk miskin menjadi 17,75% dari 220 juta penduduk Indonesia, atau naik hampir 2% dari tahun lalu. Jumlah orang miskin pada Maret 2006 tercatat 39,05 juta orang naik 3,95 juta dari 35,1 juta orang pada Februari 2006. Kalau kita menggunakan standar kemiskinan berupa penghasilan 1 dolar/ hari, dengan asumsi 1 dolar sama dengan Rp. 9000 maka dibutuhkan dana kira-kira sebesar 351 milyar/ hari untuk mensubsidi orang miskin ini agar keluar dari garis kemiskinan. Sementara kemampuan pemerintah untuk melakukan subsidi jelaslah masih terbatas.
Dalam mengatasi masalah kemiskinan pemerintah memiliki peran untuk melaksanakan fungsi distribusi dan redistribusi. Namun dalam perkembangan konsep pemerintahan modern, pemerintah menjadi salah satu elemen yang berinteraksi secara tripartit dengan elemen swasta (privat) dan masyarakat (society). Selalu terbuka kesempatan bagi elemen-elemen tersebut untuk bersinergi mengatasi masalah kemiskinan. Elemen swasta atau privat berupa para pelaku bisnis merupakan elemen yang juga berkepentingan terhadap pengentasan kemiskinan. Saat kemiskinan dapat teratasi maka perusahaan akan memiliki sumber daya manusia yang memiliki kapasitas tinggi sehingga interaksi ekonomi dalam bisnis akan menjadi lebih dinamis dan perusahaan akan mampu berkompetisi lebih luas. Karena kepentingan tersebut maka dunia bisnis juga memiliki tanggung jawab untuk mengelola masalah-masalah sosial yang ada di lingkup wilayahnya.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal sebagai Social Corporate Responsibility ini telah menjadi good practices pada masa pendudukan Kolonial dengan Hudson Bay Company dan East India Company satu abad yang lalu. Benih konsep dan praktik itu kemudian berkembang secara global dan menjadi bagian dari image branding perusahaan-perusahaan multinasional seperti Ford, Carnegie dan lainnya. Hasilnya membuktikan bahwa perusahaan yang mempunyai inisiatif besar kepada tanggung jawab sosial ini memiliki citra yang lebih disegani tidak hanya dalam konteks bisnis namun juga dalam konteks sosial. Citra yang dibentuk oleh tanggung jawab sosial itu menjadikan mereka mampu memiliki posisi yang tidak tererupsi dalam pandangan masyarakat global.
Bagaimana dengan Indonesia?. Seperti yang telah dikemukakan di awal, masalah sosial yang paling utama untuk diatasi adalah kemiskinan. Kemiskinan menjadikan sebuah bangsa tidak mampu berkinerja secara berkualitas karena mata rantai yang menjadi faktor pendukung kinerja tersebut mengalami kelangkaan kapasitas untuk melakukan pengembangan dan pemberdayaan. Kebutuhan seperti pangan, sandang, rumah, pendidikan, kesehatan dan pekerjaan menjadi satu mata rantai dengan beberapa aspek lain yang harus diatasi secara bersama demi menghasilkan keluaran dan outcome yang holistik.
Indonesia dengan wilayah dan potensi sumber daya alam yang melimpah adalah negara yang berpotensi untuk menjadi kekuatan bisnis di Asia. Dari data BPS diketahui bahwa jumlah perusahaan di Indonesia meningkat sebanyak 3,32% per tahunnya sejak tahun 1996-2006 hingga mencapai jumlah sebanyak 22,7 juta. Kita asumsikan jika 22,7 juta perusahaan ini menyisihkan dana sebesar Rp. 5000/ hari maka terkumpul Rp 110 milyar/hari. Jumlah ini apabila kita bandingkan dengan jumlah subsidi masyarakat miskin yang ideal maka perusahaan di Indonesia mampu memberikan kontribusi sebesar 31,33%. Kontribusi ini tentunya akan memiliki efek yang lebih apabila diterjemahkan ke dalam skema-skema yang sesuai dengan kondisi dan pola perubahan yang diharapkan.
Skema program penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia selama ini mencakup berbagai sektor yang memberikan kontribusi dalam berbagai bentuk dan kelompok sasaran. Adalah tantangan ketika program-program tersebut dilakukan sebagai komitmen jangka panjang perusahaan dan adanya strukturisasi skema program yang diarahkan untuk mengatasi kelangkaan berbagai faktor penyebab kemiskinan di Indonesia melalui program-program yang memberikan stimulasi bagi masyarakat. Tidak hanya program kemitraan UKM seperti yang di arahkan oleh Kementrian BUMN atau program charity dan filantropy yang menjadi primadona perusahaan Indonesia. Perlu adanya integrasi komitmen perusahaan di Indonesia untuk mengarahkan SCR pada pengentasan kemiskinan sebagai tujuan kolektif yang dapat menjadi keunikan karakteristik tanggung jawab sosial perusahaan di negara ini.
No comments:
Post a Comment