Kira-kira apa ya kata yang tepat untuk menggambarkan kota bandung saat ini. Kira-kira pertanyaan itulah yang sempat terbersit dalam pikiran saya ketika dalam waktu tiga hari saya berkunjung dan menyusuri kota itu. Rasanya sudah lama sekali sejak kunjungan yang terdahulu. Sebersit pertanyaan itu terkadang membuat saya tersenyu renyah kalau mengingat simbolisasi yang diberikan kepada Bandung. Kota Kembang ( rasanya tidak bisa lagi dibilang begitu... lain soalnya kalau kembang yang dimaksud itu perumpamaan buat yang lain). Kota ” Paris Van Java”, (rasanya agak aneh kalau dibandingkan dengan keadaan yang sekarang, ya memang masih ada cita rasa renaisance art di beberapa bagian kota, tapi sepertinya kota ini dalam tahap kritis menghadapi desakan mileniumisasi kota). Kota Bermartabat, rasanya ini masih merupakan visi yang hendak dicapai oleh Kota Bandung, masih memerlukan banyak konsistensi komitmen untuk mewujudkannya.
Masih banyak icon-icon yang diberikan kepada bandung, misalnya Kota Outlet, Kota Parahyangan dan lainnya. Bukannya bermaksud untuk berdebat tentang mana yang lebih sesuai untuk disematkan kepada Bandung, toh semakin banyak icon-icon yang diberikan itu artinya Kota ini memiliki dimensi-dimensi dengan ruang tafsir berbeda bagi setiap orang. Kota yang memiliki ruang tafsir seperti ini memungkinkan untuk tumbuh sebagai kota yang integratif dan kota yang disintegratif. Kota yang integratif dapat terwujud jika potensi ruang dengan dimensi pemanfaatannya dapat dikelola secara teratur dan masing-masing ruang mampu menjalankan fungsi komplementer dan substitusi. Sebaliknya kota yang disintegratif juga dapat terjadi ketika kondisi yang terjadi justru kebalikan dengan kota integratif itu. Nah, disinilah letak perlunya konsistensi dan disiplin tata ruang bagi Kota Bandung. Desakan mileniumisasi yang memberikan implikasi berupa penghancuran bangunan-bangunan bersejarah nan artistik harus diberikan batasan. Demikian juga arus investasi dalam sektor retail, khususnya dalam bisnis FO, harus diarahkan agar tidak menghasilkan inefisiensi dalam tata ruang kota.
Kota-kota modern memang tidak bisa dibiarkan bertumbuh secara alamiah lagi. Kota yang dibiarkan tumbuh tanpa adanya pengendalian terhadap pemanfaatan ruangnya justru dapat berakibat tidak optimalnya fungsi kota untuk menopang kebutuhan warganya. Karenanya kota-kota baru yang dibangun dalam masa ini memiliki tren untuk kembali ditata sedini mungkin sebelum semakin memiliki tingkat kesulitan yang tinggi (Putra Jaya di Malaysia contohnya).
Bandung yang sekarang memang telah berubah, semoga perubahan itu tidak menambah barisan problematika di kota yang indah itu. Kalau Bandung sekarang memiliki masalah dengan banjir, tata kota dan transportasi maka diharapkan penanggulangan yang responsif, sehingga tidak menambah icon baru yang negatif baginya. Nah, mungkin saya bisa sedikit memberi sentilan julukan terhadap kota yang memiliki banyak icon ini. Bandung: City of Icon, atau Bandung: City of Dimension, mungkin juga Bandung: City of Interpretation. Tapi yang paling pas menurut saya adalah, Bandung: City of (???), just give your own conclusion.
No comments:
Post a Comment