Kekerasan dan Pendidikan merupakan dua hal yang berbeda dan tidak dapat diramu sehingga mampu mencapai visi pendidikan itu sendiri: Cerdas dan Terampil. Kecerdasan dan keterampilan bisa di kembangkan dalam suatu gelembung besar yang isinya mencakup berbagai faktor pendukung. Bila dibatasi maka ada dua faktor besar yang dalam kasus ini diabaikan, yaitu sosiologis dan psikologis. Faktor sosiologis dalam hal ini mengacu kepada fungsi pendidikan untuk mengembangkan kapasitas masyarakat yang menjadi lingkup dan kondisi pendidikan tersebut. Sebuah proses pendidikan mencerminkan realitas yang terjadi pada suatu himpunan masyarakat tertentu. Dengan demikian sebuah institusi pendidikan juga terkadang berkembang secara linear dengan perkembangan masyarakatnya. Nah, jika terdapat institusi pendidkan yang menonjolan kekerasan apa ini berarti masyarakat kita masih memiliki semangat kekerasan yang terpaparkan dalam realitasnya?. Kedua, Faktor psikologis dalam hal ini mengacu kepada pengembangan kapasitas di dalam proses pendidikan tersebut. Pendidikan pada dasarnya adalah proses yang berusaha untuk melakukan transformasi (dari tidak mau menjadi mau, dari tidak tahu menjadi tahu, dsb). Untuk melakukan proses transformasi tersebut dibutuhkan suatu iklim yang memberikan ruang berpikir secara bebas, pemikiran-pemikiran alternatif justru diperlukan untuk meng-kontra pemikiran yang sudah ada seingga kemudian bisa dirumuskan konsepsi baru yang menjadi hakikat bagi pengembangan kualitas fikir dan mengkontribusi pengembangan ilmu. Jika ada pemikiran yang diseragamkan dan dipaksakan sebagai yang sudah final dan mengharamkan adanya pemikiran alternatif maka itu adalah doktrin. Nah, pertanyaannya adalah pola seperti apa yang lebih menjadi ciri pada IPDN tersebut?.
Jika melihat pada situasi dan kondisi saat ini dan kemungkinan pada masa datang maka pendidikan yang dilakukan secara khusus seperti di IPDN sebenarnya harus berbeda dengan pendidikan yang sudah terselenggara pada institusi pendidikan umum lainnya. Pendidikan yang secara total di kelola oleh Pemerintah (bukan negara loh..) mestinya diarahkan untuk mendidik aparatur-aparatur model yang memiliki himpunan kapasitas (Intelektual, Sosial, Emosional dan Spiritual) yang lebih baik dibanding dengan yang dilakukan insitusi pendidikan umum. Opini yang hingga saat ini mengganggap bahwa birokrasi adalah mata rantai yang memiliki kelangkaan pemimpin yang manusiawi agaknya bisa di atasi jika institusi tersebut memiliki KONSISTENSI. Inilah penyakit yang meracuni segala bentuk tatanan berbangsa kita, KETIDAKONSISTENAN. Jadi kalau mau reformasi lebih dahulu sepakatlah untuk KONSISTEN.
BDL, 11 April 2007
No comments:
Post a Comment