22 April 2008

Hari Kartini dan Laki-Laki

Ada satu kejadian yang menarik buatku di saat hari Kartini kemarin (21/04/2008). Mahasiswi yang terhimpun di dalam sebuah organisasi kampus berkeliling ke ruang-ruang pada setiap gedung yang ada di kampus. Setiap melihat ada staf perempuan mereka memberikan bunga sambil berujar “ Selamat Hari Kartini ya bu..”, bunga kertas yang berwarna merah hati diberikan kepada staf itu. Kebiasaan usil saya yang terkadang muncul mendorong untuk bertanya, “ kok saya gak dikasih bunga?”, si mahasiswi yang membagikan bunga tadi hanya tertawa lalu ngeloyor keluar ruangan. Sejenak saya pun ketawa kecil, meski memang sebenarnya pertanyaan tadi iseng saja tapi ketika staf administrasi perempuan yang tadi diberi bunga itu mengomentari dengan berujar “ ih, bapak ini.., hari kartini kan buat perempuan pak”, saya pun tergoda untuk menjawab “ loh, kan nanti bisa saya sendiri yang berikan buat sang kartini” dan staf tadi ketawa saja sambil berkata “ buat siapa tuhhh…”.

Meski sepele tapi kalau kita coba direnungkan, ternyata ada suatu perspektif yang belum tepat tentang hari Kartini (menurut saya sih..). Menurut saya, Hari Kartini itu bukan sebuah hari dari perempuan-untuk perempuan-oleh perempuan. Hari Kartini adalah hari tentang perempuan. Hari kartini adalah titik pemaknaan terhadap peran perempuan yang sama pentingnya dengan peran laki-laki dalam kehidupan. Hari kartini bukan sebuah momen untuk menampakkan keistimewaan simbolik atas reposisi perempuan pada tingkatan yang lebih dari laki-laki. Hari Kartini menurut saya adalah sebuah titik pengingat bahwa perempuan adalah setara dengan laki-laki. Karenanya laki-laki pun bisa memperingati hari Kartini. Laki-laki memaknai hari itu bukan dengan sekedar memberikan bunga (gak semua perempuan toh suka bunga). Laki-laki memaknai hari itu dengan memberikan kesempatan atas peran yang mampu untuk mereka jalankan. Laki-laki memaknai hari Kartini dengan memberikan motivasi atas aktualisasi kemampuan mereka untuk sebuah pencapaian. Laki-laki justru adalah pihak yang harus mengingat hari itu (tuh kan, mestinya saya juga dikasi bunga.., buat.. ada deh…hehehe..).

Meski demikian, perempuan memang tidak boleh lupa akan batasan normatif yang bisa mereka jalankan. Karena justru kesadaran mereka akan batasan ini juga yang menunjukkan derajat pemaknaan pada mereka sendiri tentang kesetaraan peran tersebut. Toh, Kartini yang sesungguhnya pun tidak pernah terlalu jauh dari batasan normatif ini. Peringatan hari Kartini sebagai sebuah representasi simbolik dari peringatan tentang Perempuan semestinya melahirkan “ Kartini-Kartini” yang baik, bukan justru melahirkan “Dew* Per*** atau J*pe” yang bangga menentang batasan normatif atas nama peran perempuan. Pada akhirnya, memang benar jika yang terpenting itu bukan sebuah hari, apalah artinya satu hari diantara ratusan hari dalam satu tahun. Bukan pada hari atau peringatannya, tapi pada pemaknaan dan tindakan riil dari pemaknaan itu. Kartini ada kalau dia termaknai dan secara riil "hidup" di negeri ini. Kalau ternyata tidak ada, mungkin Kartini sedang bingung akan peringatan yang banyak dilakukan kemarin (21/04/08).

Selamat Hari Kartini untuk Perempuan Indonesia.
Dari seorang Laki-Laki Indonesia..

1 comment:

Anonymous said...

Hallo,

Wah, udah setahun yang lalu ya, kita ngerayain Hari Kartini.

Ini ada artikel Kartini juga, di blog yang namanya Cantik Selamanya, "Hari Kartini, Pahlawan Pendidikan".

Trims...

Cheers,
AFM