06 April 2008

Kota dan Konsistensi

Ini salah satu kebingungan saya kepada pemerintah kota (Bandar Lampung). Masih teringat di memory saya kalau pembatas median jalan itu dulu dibangun antara lain untuk mengatasi masalah disiplin pengguna jalan. Supaya penyebrang jalan menggunakan jembatan penyebrangan ketimbang melintas langsung yang dapat membahayakan. Selain itu juga ditujukan agar ada ketertiban antara angkutan kota dengan kendaraan pribadi yang sama-sama menggunakan ruas jalan itu. Pembatas median jalan yang menggunakan bahan besi itu dibangun dari depan pintu sebuah Pusat Perbelanjaan hingga ke depan sebuah toko di ruas jalan Raden Intan. Konon pembangunan itu sendiri memakan biaya Miliaran rupiah. Nah yang mengherankan itu setelah bersusah payah membangunnya, kenapa sekarang justru di potong habis. Sungguh nampak seperti kegiatan yang mubazir, miliaran sudah habis tapi akhirnya dihilangkan nilainya. Kalau saya boleh berpandangan, inilah bentuk nyata pemerintah yang tidak konsisten.
Pemerintah Kota seolah dijalankan tidak dengan komitmen atas suatu prinsip kebijakan, sehingga di satu saat kebijakannya seperti itu namun di saat yang lain kebijakannya justru bertolak belakang dari yang awal. Pemerintah yang bimbang seperti ini yang mengakibatkan kota menjadi semerawut. O ya, tiba-tiba saya jadi teringat tentang tata ruang kota yang menurut seorang teman dari NGO juga menunjukkan gejala yang sama: tidak punya visi dan tidak konsisten. Bahwa kemudian terjadi pola-pola dan fenomena yang tidak berhasil dikelola, seberanya merupakan hasil dari konsistensi kebijakan yang dipilih oleh mereka sendiri. Inilah point yang bisa kita rekomendasikan kepada pengambil kebijakan pada tingkat kota bandar lampung. Ya sudah, mari kita sama-sama saling mengingatkan dan belajar lebih baik. Wassalam.

4 comments:

Penjelajah Waktu said...

bagaimana dengan mental masyarakatnya? perlukah dibenahi? dengan cara apa kira-kira yang paling efektif

Blogger katrok said...

foto-fotonya apik om soemandjaja. hehe...bener-bener tampak dari atas jembatan penyeberangan. udah sempit, kotor, bau, yah...apalagi jarang dirawat. jangan-jangan fungsi jembatan penyeberangan itu menjadi tempat pemasangan billboard iklan yang sudah cukup menumpuk sepanjang jalan protokol macam Raden Intan dan Kartini.

wah...Tanjung Karang makin ramai euy:-)

Cecurut said...

coba kje malang,, bandingkan keadaan disana dengan keadaan di malang,,, kalo saya sih emang belum pernah ke sana.. :D

Anonymous said...

Bandung is look so cool.
sampahnya cool, lebih cool dari Bandar Lampung. buahahahaha...
nahlo, kok jadi menyombongkan kebrorokan kota sendiri?!

belajar menjadi lebih baik gemana caranya? menjaga kebersihan kota saja. mungkin cukup buat rakyat jelata kaya saya =P