06 July 2008

Hikayat Aceh (2) : Warung Kopi

Versi lain artikel ini juga dipublish di seruit.com


Baru hari pertama sampai sudah ada beberapa cerita, ya Aceh dengan mudahnya banyak memberi saya cerita. Sejak awal perjalanan hingga akhir, semua penuh cerita unik. Tapi untuk seruit saya mungkin bisa bercerita tentang kultur/ budaya yang hidup sangat kental di sini, saya bahkan dengan mudah dapat belajar sedikit bahasa aceh, ternyata mudah, tinggal merubah kata yang ada huruf “u” menjadi “e”, misalnya “batu” maka berubah menjadi “bate” atau kata "seribu" menjadi "serebe". Orang aceh sangat akrab dengan bahasa lokal mereka, tidak pernah saya dengar bahasa jawa atau sunda waktu disini, suatu hal yang berbeda kalau saya jalan ke pasar tradisional di Lampung. Awalnya saya menduga di pasar aceh semuanya orang aceh, tapi setelah saya tau namanya agak-agak jawa (misalnya memakai nama belakang: wati, sari, dsb), baru saya paham. Masyarakat Aceh juga merupakan kombinasi dari beberapa ras bangsa, karenanya kemudian mereka mengartikan ACEH sebagai singkatan dari A= Arab, C= Cina, E= Eropa dan H= Hindustan, kalau dilihat secara inderawi memang wajah-wajah masyarakat aceh punya kekhasan yang dimiliki oleh ras-ras itu. Cuma sampai hari terakhir ini memang saya masih belum bisa ketemu dengan orang aceh yang konon berambut pirang dan bermata biru, karena mereka punya darah keturunan portugis. Menurut teman saya, itu karena mereka punya komunitas sendiri yang agak protektif dengan orang luar. I dont know lah..

Selain itu, saya juga kagum dengan budaya minum kopi di warung kopi, warung kopi banyak sekali di sini. Hampir di setiap jalan ada warung kopi, tempat yang paling favorit adalah ulle kareng yang berada dekat simpang tujuh di banda aceh. Kopi aceh memang terkenal dengan cita rasa yang kuat, saya minum kopi ini gak bisa tidur semalaman, haha…. Yang penting baru orang aceh bukan kopinya, tapi nuansa yang muncul dari minum kopi di warung kopi, kebersamaan, kekeluargaan dsb. Orang aceh bahkan punya jargon tentang ini, mereka bilang ke saya: ” Semua masalah pasti bisa selesai di warung kopi”. Diceritakan juga kalau sebuah keluarga besar mau bermusyawarah maka awalnya rencana-rencana untuk musyawarah itu pasti dibicarakan di warung kopi bukan di salah satu rumah kerabat. Tempat ini ternyata mampu jadi media sosial yang efektif. Bagaimana dengan Lampung yang juga penghasil kopi??, nanya ke siapa ya.. Yang paling seru adalah waktu saya dan teman-teman diminta menyanyikan lagu dari lampung, kami nyanyikan lagu ngeram (kangen) yang iramanya sendu, ternyata mereka mengapresiasi kami dengan baik, sambil berkata: gak nyangka Lampung punya lagu begitu, kalo lagu kami yang seperti itu sudah dikenal kemana-mana.. uhuk.. saya jadi tersenyum. sekian dulu, nanti nyambung lagi dari aceh.

No comments: