Showing posts with label pemekaran daerah. Show all posts
Showing posts with label pemekaran daerah. Show all posts

11 January 2008

Kondisi Existing Calon Kab. Pringsewu

Selain riset terhadap kondisi existing calon Kabupaten Pesisir Barat, saya juga terlibat dalam riset yang mengkaji kondisi existing Calon Kabupaten Pringsewu yang juga sedang menjalani proses pengusulan untuk menjadi Kabupaten baru yang terpisah dari Kabupaten induknya (Tanggamus). Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap data lapangan tentang kondisi existing pada wilayah calon Kabupaten Pringsewu, maka dapat dianalisis bahwa sudah terdapatnya dukungan yang kuat terhadap rencana pembentukan Kabupaten Pringsewu. Hal ini dalam bentuk dukungan politis yang sudah meluas pada tataran komunitas-komunitas masyarakat, faktor sosialisasi yang dilakukan oleh panitia pembentukan memberikan kontribusi terhadap menguatnya dukungan ini. Selain itu dukungan tersebut didasarkan kondisi potensi-potensi yang dimiliki oleh wilayah calon Kabupaten ini.

Adapun potensi pokok yang dapat menjadi kekuatan calon Kabupaten Pringsewu antara lain: (1). Sebagian besar kondisi perekonomian ditunjang oleh sektor pertanian (produksi, pengolahan dan perdagangan hasil pertanian), peternakan dan perikanan, industri kecil (meubel dan kerajinan tangan), perdagangan dan jasa. Kondisi perekonomian yang ditunjang oleh sektor pertanian menjadikan potensi pendapatan daerah berasal dari pertanian, dalam produksi pertanian antara lain seperti padi, jagung, kakau dan pisang. Selain itu juga dalam industri pengolahan hasil pertanian, seperti kopra, kripik pisang dan klanting. Hingga juga termasuk perdagangan hasil pertanian dan olahan hasil pertanian.

(2). Ketersediaan sarana prasarana pendidikan dan kesehatan sudah didistribusikan sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat hingga di desa yang terjauh. Pada kecamatan yang belum maju masih terdapat daerah yang mendirikan secara swadaya SD-nya agar lebih terjangkau warga desa setempat. Sementara pada kecamatan yang sudah lebih maju, seperti gadingrejo memiliki kualitas sekolah yang lebih baik (ditandai adanya rencana Sekolah Standar Internasional). Dalam sarana kesehatan sudah terdistibusi secara cukup pada masing-masing kecamatan, yang membedakannya hanya ketersediaan fasilitas kesehatan lainnya yang dimiliki secara berbeda jumlahnya.

(3). Kondisi SDM layanan kesehatan dirasakan sudah cukup memadai untuk menangani masyarakat yang ada di masing-masing kecamatan, pada daerah yang lebih maju SDM layanan kesehatan lebih beragam (ada dokter spesialis) namun pada daerah kecamatan yang belum maju, adanya Puskesmas dengan dokter dan tenaga medisnya dirasa cukup untuk menangani masyarakat. Sementara untuk SDM layanan pendidikan dirasa juga sudah memadai, pada saat ini pihak Kabupaten mendorong peningkatan kualitas guru melalui studi S-1 dan memfasilitasi dalam program sertifikasi.

Meskipun demikian berdasar survei peneliti ke wilayah calon Kabupaten ini ternyata masih terdapat kondisi-kondisi yang belum memadai pada beberapa indikator, khususnya pada kondisi infrastruktur (jalan, listrik dan telepon), Kondisi ketenagakerjaan, Kondisi Geografis, Kondisi Objek wisata dan fasilitas pendukungnya (hotel dan rumah makan).

Pada beberapa kecamatan di wilayah calon Kabupaten Pringsewu didapati jalan yang belum beraspal atau yang kondisinya rusak, jalan yang sudah baik umumnya merupakan jalan utama, sedangkan yang menjangkau ke desa-desa belum maksimal kondisinya. Sementara untuk listrik di wilayah ini, hampir seluruh kecamatan menyatakan wilayahnya sudah hampir seluruhnya terjangkau oleh listrik. Untuk jaringan telepon di wilayah calon kabupaten Pringsewu hanya terdapat pada wilayah terbatas (daerah perkotaan).

Sebagai sektor unggulan di wilayah calon Kabupaten Pringsewu, pertanian menyerap tenaga kerja yang tertinggi. Namun masalah ketenagakerjaan pada daerah ini terdapat dalam penyerapan tenaga kerja usia produktif, khususnya yang terdidik pada sektor pertanian, tenaga kerja ini lebih memilih untuk bekerja diluar wilayah mereka sendiri atau memilih untuk bekerja pada sektor selain pertanian (khususnya produksi pertanian), antara lain pada sektor perdagangan dan jasa. Latar belakang kondisi alam pendukung pertanian yang saat ini kurang baik dan image kerja pertanian yang kurang baik mengakibatkan tenaga kerja ini bekerja pada sektor lain, yang tersisa dari mereka yang tidak pergi itu yang kemudian menjadi pengangguran.

Kondisi geografis di wilayah calon kabupaten Pringsewu yang berbukit-bukit dan mayoritas terdiri dari tanah pertanian dan perkebunan pada beberapa kecamatan yang belum maju dapat menjadi tantangan bagi aktivitas (khususnya di desa pelosok) masyarakat setempat. Kondisi infrastruktur jalan yang belum memadai pada daerah tersebut merupakan faktor penyebab masih adanya kendala geografis pada daerah tertentu. Sehingga pada daerah kecamatan yang lebih maju kondisi sebaliknya yang terjadi.

Pada wilayah calon kabupaten Pringsewu, umumnya masing-masing sudah memiliki potensi wisata namun hampir keseluruhannya menyadari belum adanya pengelolaan potensi yang lebih baik sehingga dapat menjadi daya tarik pada masing-masing daerah. Sementara untuk kondisi fasilitas pendukung wisata di wilayah calon Kabupaten Pringsewu, seperti fasilitas hotel, motel dan akomodasi sejenisnya sudah cukup banyak pada kecamatan yang lebih maju, namun pada kecamatan yang belum maju, fasilitas ini masih langka. Namun fasilitas yang lebih bersifat spesifik pada penunjang wisata, hampir keseluruhan kecamatan belum memilikinya.

Kondisi Geografis dan Kondisi infrastruktur (jalan, listrik dan telepon) merupakan faktor yang memiliki keterkaitan. Kondisi geografis yang unik apabila di fasilitasi dengan pembangunan infrastruktur yang memadai maka tidak akan menjadi masalah bagi masyarakat, demikian juga sebaliknya bila kondisi geografis tersebut kurang diatasi dengan pembangunan infrastruktur yang memadasi maka akan mempengaruhi dinamika masyarakat dalam sektor-sektor kehidupannya. Demikian juga dengan kondisi ketenagakerjaan, kondisi ketenagaankerjaan pada prinsipnya terbentuk oleh kondisi perekonomian yang berkembang pada suatu daerah. Meskipun kondisi perekonomian yang dimiliki oleh kedua calon daerah ini (Pringsewu) nampaknya sudah memiliki potensi unggulan namun ternyata tidak cukup memadai untuk mewadahi potensi kuantitas dan kualitas tenaga kerja yang dimiliki oleh masyarakat calon daerah tersebut. Kurang bervariasinya sektor-sektor perekonomian menjadikan masyarakat yang memiliki minat dan kapasitas yang lebih baik (misalnya Sarjana) memilih untuk bekerja atau membuka usaha di luar daerahnya itu. Sementara itu pada kondisi objek wisata dan fasilitas pendukungnya (hotel dan rumah makan) yang kurang mendapatkan penanganan dengan baik sementara potensi-potensi yang dimilikinya sudah ada menunjukkan belum termanfaatkannya peluang-peluang ekonomi yang bisa menghasilkan implikasi baik bagi masyarakat sekitar. Padahal jika adanya pengelolaan yang lebih baik maka potensi ini akan memberikan pengaruh berupa sektor alternatif ketenagakerjaan dan selanjutnya akan menunjang kondisi perekonomian pada calon daerah tersebut. Kondisi-kondisi yang terjadi tersebut merupakan komponen sub indikator yang secara substansi menjadi prasyarat terbentuknya sebuah daerah otonom baru.

so... how do you think.??

writen by: Simon S. Hutagalung (soemandjaja): 2008

29 August 2007

Menjernihkan Pemekaran Daerah

Artikel ini dimuat di SKH Radar Lampung, 29 Agustus 2007

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Daerah di Gedung DPR tanggal 23 Agustus 2007 membacakan keterangan pemerintah mengenai kebijakan pembangunan daerah. Dia juga menyinggung pemekaran daerah yang hingga tahun 2007 telah menghasilkan 173 daerah otonom, terdiri dari tujuh provinsi, 135 kabupaten, dan 31 kota.

Disebutkan juga, berdasar evaluasi, 148 daerah otonom baru itu banyak menghadapi permasalahan. Antara lain penyerahan pembiayaan personel, peralatan dan dokumen (P3D), batas wilayah, dukungan dana kepada daerah otonom baru, mutasi PNS ke daerah otonom baru, serta pengisian jabatan dan tata ruang.

Evaluasi yang dilakukan Departemen Dalam Negeri dan dikutip Presiden SBY tersebut mencerminkan kekhawatiran atas pemekaran daerah yang ternyata tidak hanya menghasilkan implikasi yang baik. Namun, juga implikasi yang tidak diinginkan sebelumnya (unintended impact).

Latar belakang pembentukan daerah otonom baru yang disinyalisasi lebih mengedepankan motif politis tersembunyi justru merugikan masyarakat yang tercakup dalam daerah baru tersebut. Tujuan positif dari pembentukan daerah otonom baru malah menjadi sebuah hipotesis yang tidak terbukti atau bahkan gagal.

Ada beberapa data lagi yang dapat menggambarkan kondisi pembentukan daerah otonom baru tidak serta merta memberi perubahan baik kepada masyarakat daerahnya. Pertama, pembentukan daerah otonom baru memberikan implikasi terhadap pengelolaan kelembagaan nasional. Bahwa daerah otonom di Indonesia menjadi bertambah jumlahnya sehingga menghasilkan struktur yang lebih banyak adalah suatu hal yang jelas. Namun bertambahnya struktur tersebut juga membawa konsekuensi besar terhadap pengelolaan sumber daya kelembagaan. (lengkapnya klik judul diatas)

Dalam hal sumber daya keuangan misalnya. Pembentukan daerah baru ternyata memberikan implikasi bagi kebijakan fiskal nasional. Wujud dari implikasi ini dikemukakan Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu Mardiasmo yang melihat keberadaan daerah otonom baru akan mengurangi alokasi dana perimbangan yang diterima daerah yang telah ada.
Dengan alokasi anggaran kepada daerah yang harus memperhatikan kemampuan anggaran negara dan dengan bertambahnya daerah-daerah otonom baru, yang juga harus memperoleh anggaran perimbangan, mengakibatkan pemerintah pusat memilih merasionalisasi alokasi anggaran. Sehingga, penyesuaian yang dilakukan dalam pengalokasian anggaran perimbangan memberikan dampak kepada daerah-daerah yang sudah ada sebelumnya.

Kedua, dalam pembangunan kelembagaan daerah. Beberapa daerah otonom baru mengalami masalah dalam aspek pembangunan kelembagaannya. Hal ini berkaitan dengan sumber daya (SDM, finansial, dan administratif) yang diperlukan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas pada daerah baru tersebut.

Dalam unsur sumber daya finansial (anggaran) misalnya, anggota BPK Baharuddin Aritonang menyebutkan, merujuk temuan BPK terhadap daerah otonom baru, kinerja keuangan daerah pemekaran baru memprihatinkan. Selain mengandalkan dana dari pusat, daerah baru hasil pemekaran juga kekurangan SDM yang mau menjadi aparatur pemerintahan.

Sebanyak 83 persen dari 148 daerah hasil pemekaran, kondisi keuangan daerahnya tidak memenuhi syarat pengelolaan anggaran yang berlaku. Sehingga akhirnya pemekaran daerah bukannya meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah, tetapi justru menggerogoti keuangan negara. Walaupun teorinya untuk memudahkan pelayanan rakyat, tapi praktiknya dana publik malah habis terserap untuk dana politik (Tempo Interaktif, 26/4/2007).

Bisa dipahami bahwa membangun kapasitas sumber daya yang mampu mewujudkan tujuan dari pembentukan daerah otonom baru itu memang tidak mudah. Perlu rangkaian proses yang direncanakan secara matang dan terarah. Hanya, terkadang kesiapan sumber daya dalam pengelolaan otoritas daerah baru tersebut tidak dilakukan demikian. Cara pandang yang lebih mendasarkan kepada strategi politik okupasi, yaitu kuasai dulu baru kemudian diatur, adalah paradigma yang bisa menyulitkan daerah baru untuk mulai berkembang.

Ketiga, dalam penggerakkan kapasitas daerah. Beberapa daerah otonom baru hasil pemekaran justru mengalami masalah dalam menggerakkan kapasitas daerahnya. Penyebabnya, setelah pemekaran dilakukan kerja sama ekonomi masyarakat justru melemah, skala produksi mengecil, dan persaingan antardaerah menguat. Akibatnya, biaya ekonomi membesar dan lokasi geografis kurang mendukung kegiatan ekonomi. Kesejahteraan masyarakat juga menurun akibat perlambatan kegiatan ekonomi masyarakat.

Kondisi ketenagakerjaan setelah pemekaran provinsi justru lebih buruk dibanding sebelum pemekaran. Pemekaran daerah seharusnya meningkatkan kesejahteraan daerah lama dan baru. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Kegiatan ekonomi menurun dan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi (Tempo, 20/9/2006).

Ketiga kondisi tersebut merupakan fakta yang menunjukkan pemekaran daerah belum tentu secara langsung mencapai tujuan seperti diargumentasikan dalam proposal pembentukan daerah otonom baru. Pemekaran daerah yang bisa menghasilkan dampak tidak diinginkan, merupakan prakondisi yang sebaiknya menjadi pertimbangan sebelum proposal pemekaran diajukan.

Karenanya pembentukan daerah otonom baru sebaiknya tidak dilakukan pada daerah yang masih mengalami masalah dalam pengelolaan pemerintahan daerahnya. Juga tidak dilakukan pada daerah yang masih memerlukan dukungan pengembangan dari daerah induk untuk lebih memiliki kesiapan kapasitas.

Pembentukan daerah otonom baru sebaiknya dilakukan sebagai jalan terakhir bagi daerah-daerah yang sudah memiliki tingkat kapasitas sumber daya yang baik secara kuantitas dan kualitas. Sehingga nantinya, daerah otonom baru tersebut mampu berkompetisi dengan daerah lainnya di dalam pengelolaan potensi dalam wilayahnya.
Yang lebih penting lagi adalah dengan adanya ketegasan dalam pembentukan daerah otonom baru ini, maka tidak akan lagi dimaknai sebagai sebuah okupasi yang berlandas primordial tertentu. Karenanya, selain diperlukan kearifan dari komponen lokal, juga diperlukan ketegasan dari pemerintah pusat dalam bentuk kebijakan yang lebih baik.

Untuk itu, revisi terhadap PP 129 Tahun 2000 yang memang lebih berdimensi kuantitas dan menafikan aspek kualitas masih kita nantikan untuk lebih mampu memberikan jaminan atas masa depan daerah otonom baru yang akan diusulkan oleh beberapa daerah. Yang juga kita tunggu implementasinya adalah penerapan dari pasal 6 UU No. 32 Tahun 2004 yang memberi peluang bagi daerah otonom untuk dihapuskan atau digabungkan kembali dengan daerah induknya jika tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah setelah melalui proses evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Akhirnya, kita sebagai sebuah warga masyarakat pasti selalu berharap kalau segala tindakan akan menghasilkan sesuatu yang positif pada masa datang. Tindakan yang diputuskan secara tergesa dan buta tentunya justru akan membawa kita sebagai warga masyarakat kepada keadaan yang tidak lebih baik. Karenanya, setiap peluang yang sudah diberikan dalam negara demokrasi ini sebaiknya diambil secara berhati-hati. Agar tidak ada sesal di depan nanti, mari kita lihat semua ini secara jernih